Kata-Kata Cinta Untuk Kekasih

0 454
kata kata cinta untuk kekasih – Disadur dari sebutir putik sari bunga Rosa alba yang cantik nan ayu, jatuh seperti air bah tumpah ruah dari langit memebuhi segala penjuru dunia. Seakan-akan langit telah bersabda akan sebuah makna cinta pada setiap aroma mistis yang anggun. kata cinta untuk kekasih seperti ketika Apis dorsata hinggap menelusuri mencari madu mendapatkan makna bahwa cinta adalah hal kegirangan yang mengguyur hati yang gundah.
Baca Juga: Kata-Kata Maaf
Setelah jemari ini gemetaran menukik setiap tombol-tombol huruf, tak terasa seperti kedinginan karena rasa yang selalu ingin ku tumpahkan pada bait-bait cerita ini, maka setiap jengkal tanah yang telah kupijaki teringat sebuah cerita pada zaman dahulu dari jazirah arab tentang sebuah kisah cinta sang makhdum kepada pasangan halalnya yang cantik lagi sholehah mengajarkan kita bahwa kata cinta untuk kekasih adalah sangat sakral untuk diucapkan dan sangat bahagia bagi sesiapa yang menjalaninya.
Kata-Kata Cinta Untuk Kekasih
Img by quotes4love. blogspot.com

Kata-Kata Cinta Untuk Kekasih

Tersebutlah sang makhdum dari negeri jazirah arab, seorang berparas tampan dengan senyum yang indah sedang dirundung gundah gulana, karena sang pujaan hati bakal dipinang oleh seorang sahabat setianya. hati yang tak keruan berasa seperti duri mencekam di setiap langkah kakinya. terasa berat untuk memikirkan bahwa sang pujaan hati bakalan digagahi oleh seorang sahabat yang dicintainya pula.
Karena merasa merendahkan diri untuk kebahagiaan sang sahabat maka ditepislah keinginanya untuk melamar sang pujaan hati yang dicintainya selalu dalam hati. kata cinta nya sangat menyentuh.
Siapakah Dia? Beliau adalah Ali bin Abi thalib, putra Abi thalib paman Rasululullah Muhammad SAW. (Allahumma Sholli ‘Ala Muhammad Wa ‘Ala Ali Muhammad). dengan kata lain sepupu Rasululullah Muhammad SAW. (Allahumma Sholli ‘Ala Muhammad Wa ‘Ala Ali Muhammad)Ali bin Abi thalib adalah khulafaurrasyidin khalifah kaum muslimin sesudah Abu bakar As-siddiq, Umar Bin Khattab, dan Utsman Bin Affan.
yah, siapa yang tak kenal beliah apalagi kisah cintanya kepada sang wanita pujaan hatinya putri Rasululullah Muhammad SAW. (Allahumma Sholli ‘Ala Muhammad Wa ‘Ala Ali Muhammad) yaitu Fatimah az Zahra ra. putri Rasulullah yang paling cantik dan manis lagi anggun perawakannya.

Tersebut dalam kisah itu ada kata-kata cinta untuk kekasih Ali bin Abi thalib ini yang paling menyentuh hati bagi setiap insan yang menghayati perjalanan kisah cinta pasangan halal ini.

Ketiba sahabat yang dicintainya Umar Bin Khattab ingin melamar Fatimah Az Zahrah, terasa sedihlah hati Ali ra. bagai tak kuasa penuh saat hujan memanggil-manggil halilintar yang menyambar-nyambar. tapi apa daya dikata, Ali ra. hanyalah pria miskin yang ingin mencoba melamar putri manusia mulia itu, dibanding sahabat Umar Bin Khattab yang dicintainya juga adalah golongan bangsawan.
Tapi sebaik-baik penetapan adalah takdir dari Allah Sang Maha Kuasa (Allahu Akbar), ketika Ali ra. sudah pasrah dan hanya bertawakkal kepada Allah SWT. maka Rasulullah yang dari dulu sudah mengetahui bahwa Ali ra. menyukai Putri yang dicintainya, disuruhlah Abu Bakar ra. untuk memanggil Ali ra. untuk bertemu kepadanya. Ali ra. hanya berpikir mungkin ini acara persiapan pernikahan Umar bin Khattab kepada Fatimah Az Zahrah yang dicintainya itu. pelajaran berharga bahwa “seberapapun kuatpun cara untuk mendapatkan sesuatu itu, sekalipun itu harus terseret-terseret, mempertahankan apa yang diinginkannya kalau Allah SWT. katakan “La hiya (bukan Dia)“, maka tak ada satu makhluk pun mampu menghentikannya sekalipun itu seorang Malaikat.
Tapi sesampainya di rumah Rasulullah, malah Ali ra. terheran-heran karena akan dinikahkan dengan wanita pujaan hatinya. ternyata lamaran Umar ra. ditolak Rasulullah. maka digelarlah pernikahan beliau. setelah resmi menikah ada kisah yang shahih tentang kata-kata cinta mereka sepasang kekasih yang sudah saling memiliki beradu kata-kata cinta untuk menguji cinta mereka.
Berikut kutipan kisah dan kata-kata cinta untuk kekasih Ali ra.:

Sekarang, Fatimah telah menjadi istri Ali. Mereka telah halal satu sama lain. Beberapa saat setelah menikah dan siap melewati awal kehidupan bersama, yaitu malam pertama yang indah hingga menjalani hari-hari selanjutnya bersama, Fatimah pun berkata kepada Ali, “Wahai suamiku Ali, aku telah halal bagimu. Aku pun sangat bersyukur kepada Allah karena ayahku memilihkan aku suami yang tampan, shalih, cerdas dan baik sepertimu.”

Ali pun menjawab, “Aku pun begitu, wahai Fatimahku sayang. Aku sangat bersyukur kepada Allah, akhirnya cintaku padamu yang telah lama kupendam telah menjadi halal dengan ikatan suci pernikahanku denganmu.”.

Fatimah pun berkata lagi dengan lembut, “Wahai suamiku, bolehkah aku berkata jujur padamu? Karena aku ingin terjalin komunikasi yang baik diantara kita dan kelanjutan rumah tangga kita.”

Kata Ali, “ Tentu saja istriku, silahkan. Aku akan mendengarkanmu.”

Fatimah pun berkata, “Wahai Ali suamiku, maafkan aku. Tahukah engkau bahwa sesungguhnya sebelum aku menikah denganmu, aku telah lama mengagumi dan memendam rasa cinta kepada seorang pemuda. Aku merasa pemuda itu pun memendam rasa cintanya untukku. Namun akhirnya, ayahku menikahkan aku denganmu. Sekarang aku adalah istrimu. Kau adalah imamku, maka aku pun ikhlas melayani, mendampingi, mematuhi dan menaatimu. Marilah kita berdua bersama-sama membangun keluarga yang diridhai Allah.”

Sungguh bahagianya Ali mendengar pernyataan Fatimah yang siap mengarungi bahtera kehidupan bersama. Suatu pernyataan yang sangat jujur dan tulus dari hati perempuan shalihah. Tapi, Ali juga terkejut dan sedih ketika mengetahui bahwa sebelum menikah dengannya, ternyata Fatimah telah memendam perasaan kepada seorang pemuda. Ali merasa bersalah karena sepertinya Fatimah menikah dengannya karena permintaan Rasul yang tak lain adalah ayahnya Fatimah. Ali kagum dengan Fatimah yang mau merelakan perasaannya demi taat dan berbakti kepada orang tuanya yaitu Rasul dan mau menjadi istri Ali dengan ikhlas.

Namun Ali memang pemuda yang sangat baik hati. Ia memang sangat bahagia sekali telah menjadi suami Fatimah. Tapi karena rasa cintanya karena Allah yang sangat tulus kepada Fatimah, hati Ali pun merasa tidak tega jika hati Fatimah terluka. Karena Ali sangat tahu bagaimana rasanya menderita karena cinta. Dan sekarang, Fatimah sedang merasakannya. Ali bingung ingin berkata apa, perasaan di dalam hatinya bercampur aduk. Di satu sisi ia sangat bahagia telah menikah dengan Fatimah, dan Fatimah pun telah ikhlas menjadi istrinya. Tapi di sisi lain, Ali tahu bahwa hati Fatimah sedang terluka. Ali pun terdiam sejenak. Ia tak menanggapi pernyataan Fatimah.

Fatimah pun lalu berkata, “Wahai Ali, suamiku sayang. Astagfirullah, maafkan aku. Aku tak ada maksud ingin menyakitimu. Demi Allah, aku hanya ingin jujur padamu.”

Ali masih saja terdiam. Bahkan Ali mengalihkan pandangannya dari wajah Fatimah yang cantik itu. Melihat sikap Ali, Fatimah pun berkata sambil merayu Ali, “Wahai suamiku Ali, tak usahlah kau pikirkan kata-kataku itu.”

Ali tetap saja terdiam dan tidak terlalu menghiraukan rayuan Fatimah, tiba-tiba Ali pun berkata, “Fatimah, kau tahu bahwa aku sangat mencintaimu. Kau pun tahu betapa aku berjuang memendam rasa cintaku demi untuk ikatan suci bersamamu. Kau pun juga tahu betapa bahagianya kau telah menjadi istriku. Tapi Fatimah, tahukah engkau saat ini aku juga sedih karena mengetahui hatimu sedang terluka. Sungguh, aku tak ingin orang yang kucintai tersakiti. Aku begitu merasa bersalah jika seandainya kau menikahiku bukan karena kau sungguh-sungguh cinta kepadaku. Walupun aku tahu lambat laun pasti kau akan sangat sungguh-sungguh mencintaiku. Tapi aku tak ingin melihatmu sakit sampai akhirnya kau mencintaiku.”

Fatimah pun tersenyum haru mendengar kata-kata Ali. Ali diam sesaat sambil merenung. Tak terasa, mata Ali pun mulai keluar airmata. Lalu dengan sangat tulus, Ali berkata, “Wahai Fatimah, aku sudah menikahimu tapi aku belum menyentuh sedikitpun dari dirimu. Kau masih suci. Aku rela agar kau bisa menikah dengan pemuda yang kau cintai itu. Aku akan ikhlas, lagipula pemuda itu juga mencintaimu. Jadi, aku tak akan khawatir ia akan menyakitimu. Karena ia pasti akan membahagiakanmu. Aku tak ingin cintaku padamu hanya bertepuk sebelah tangan. Sungguh aku sangat mencintaimu. Demi Allah, aku tak ingin kau terluka.”

Dan Fatimah juga meneteskan airmata sambil tersenyum menatap Ali. Fatimah sangat kagum dengan ketulusan cinta Ali kepadanya. Cinta yang dilandaskan keimanan yang begitu kuat. Ketika itu juga, Fatimah ingin berkata kepada Ali, tapi Ali memotong dan berkata, “Tapi Fatimah, bolehkah aku tahu siapa pemuda yang kau pendam rasa cintanya itu? Aku berjanji tak akan meminta apapun lagi darimu. Namun ijinkanlah aku mengetahui nama pemuda itu.”

Airmata Fatimah mengalir semakin deras. Fatimah tak kuat lagi membendung rasa bahagianya dan Fatimah langsung memeluk Ali dengan erat. Lalu Fatimah pun berkata dengan tersedu-sedu, “Wahai Ali, demi Allah aku sangat mencintaimu. Sungguh aku sangat mencintaimu karena Allah.” Berkali-kali Fatimah mengulang kata-katanya.

Setelah emosinya bisa terkontrol, Fatimah pun berkata kepada Ali, “Wahai Ali, awalnya aku ingin tertawa dan menahan tawa sejak melihat sikapmu setelah aku mengatakan bahwa sebenarnya aku memendam rasa cinta kepada seorang pemuda sebelum menikah denganmu. Aku hanya ingin menggodamu. Sudah lama aku ingin bisa bercanda mesra bersamamu. Tapi kau malah membuatku menangis bahagia. Apakah kau tahu sebenarnya pemuda itu sudah menikah.”

Ali menjadi bingung, Ali pun berkata dengan selembut mungkin, walaupun ia kesal dengan ulah Fatimah kepadanya, ”Apa maksudmu wahai Fatimah? Kau bilang padaku bahwa kau memendam rasa cinta kepada seorang pemuda, tapi kau malah kau bilang sangat mencintaiku, dan kau juga bilang ingin tertawa melihat sikapku, apakah kau ingin mempermainkan aku Fatimah? Tolong sebut siapa nama pemuda itu? Mengapa kau mengharapkannya walaupun dia sudah menikah?”

Fatimah lalu memeluk mesra lagi, lalu menjawab pertanyaan Ali dengan manja, “Ali sayang, kau benar seperti yang kukatakan bahwa aku memang telah memendam rasa cintaku itu. Aku memendamnya bertahun-tahun. Sudah sejak lama aku ingin mengungkapkannya. Tapi aku terlalu takut. Aku tak ingin menodai anugerah cinta yang Allah berikan ini. Aku pun tahu bagaimana beratnya memendam rasa cinta apalagi dahulu aku sering bertemu dengannya. Hatiku bergetar bila kubertemu dengannya. Kau juga benar wahai Ali cintaku. Ia memang sudah menikah. Tapi tahukah engkau wahai sayangku? Pada malam pertama pernikahannya ia malah dibuat menangis dan kesal oleh perempuan yang baru dinikahinya.”

Ali pun masih agak bingung, tapi Fatimah segera melanjutkan kata-katanya dengan nada yang semakin menggoda Ali, ”Kau ingin tahu siapa pemuda itu? Baiklah akan kuberi tahu. Sekarang ia berada disisiku. Aku sedang memeluk mesra pemuda itu. Tapi dia hanya diam saja. Padahal aku memeluknya sangat erat dan berkata-kata manja padanya. Aku sangat mencintainya dan aku pun sangat bahagia ternyata memang dugaanku benar. Ia juga sangat mencintaiku.”

Ali berkata kepada Fatimah, “Jadi maksudmu?”

Fatimah pun berkata, “Ya wahai cintaku, kau benar, pemuda itu bernama Ali bin Abi Thalib sang pujaan hatiku.”

Berubahlah mimik wajah Ali menjadi sangat bahagia dan membalas pelukan Fatimah dengan dekapan yang lebih mesra. Mereka masih agak malu-malu. Saling bertatapan lalu tersenyum dan tertawa cekikikan karena tak habis pikir dengan ulah masing-masing. Mereka bercerita tentang kenangan-kenangan masa lalu dan berbagai hal. Malam itu pun mereka habiskan bersama dengan indah dalam dekapan Mahabbah-Nya yang suci. ( Sumber: dakwatuna.com )

Last Updated on 2022-06-08 by admin

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.

Lewat ke baris perkakas