Pesta Rakyat: Tradisi Mengadu Binatang Rampogan Harimau / Macan

Tradisi Mengadu Binatang Rampogan Macan – Di Asia Tenggara, hewan acapkali jadi area tdk terpisahkan dari Pesta rakyat besar kerajaan mulai sejak masa ke-16. Tidak cuman jadikan bahan pangan, mereka diadu keduanya biar dapat jadi tontonan khalayak ramai. Tiap tiap kerajaan punya hewan aduan khasnya. Di Aceh, Birma (Myanmar), Kamboja, serta Siam (Thailand), contohnya, gajah sebagai hewan aduan pratama. Di kerajaan-kerajaan itu, gajah diliat sebagai lambang kebolehan militer. 

Pesta Rakyat: Tradisi Mengadu Binatang Rampogan Macan

Dulu, “Para raja menghimpun gajah dalam jumlah besar, menungganginya dalam latihan perang ataupun peperangan… serta mengidentifikasikan diri dengannya dalam perlombaan dengan hewan-hewan lain, ” catat Anthony Reid dalam Asia Tenggara Dalam Kurun Waktu 1450-1680. 
Dan kerajaan di Champa serta Jawa membuat kerbau serta harimau sebagai hewan aduan. Pesta Rakyat di Jawa, orang berpikiran kerbau kian lebih semangat dibanding gajah. Orang asing juga tdk selamanya terpesona memandang pertarungan antar gajah. Walaupun gajah diadu dengan hewan lain, harimau umpamanya, pertarungannya tdk selamanya berimbang. Karena itu, di kerajaan Ayutthaya (Thailand), seekor harimau dipaksa hadapi dua hingga tiga ekor gajah dalam satu pertarungan. 
Di Jawa, orang lebih puas lihat pertarungan pada kerbau serta harimau yg di tangkap dari rimba Hutan Kediri, Blitar, serta Tumapel untuk melaksanakan Pesta Rakyat. Raja berencana menghelat acara itu dengan cara terbuka serta mengundang orang asing biar ikut menyaksikannya. 
Di dalam selahan tanah yg dikelilingi pagar, kerbau serta harimau beradu kuat. Sebelum saat pertarungan, kerbau serta harimau dipaksa mengamuk. Kerbau disiram air cabai sesaat harimau disundut besi panas. Pertarungan juga di awali. Serta selanjutnya harimau mati, kerbau menang. Rakyat bersorak-sorai. John Crawfurd, seperti dilansir Anthony Reid, menulis: 

Tidak sedikit keceriaan lihat hewan kecil serta jinak ini menundukkan lawannya yg buas serta kejam. ” 

Kerbau tdk selamanya sendirian hadapi harimau. Apabila ukuran kerbau kecil, kadang waktu harimau dimasukkan ke tengah kepungan kerbau biar pertarungan lebih berimbang. begitulah Pesta Rakyat pada jaman dahulu yang mementingkan keseimbangan lawan.
Pertarungan yg sudah diselenggarakan di Mataram mulai sejak masa ke-17 itu punya makna mendalam buat orang Jawa. Menurut Ann Kumar dalam Prajurit Wanita Jawa, mereka mencitrakan diri sebagai kerbau (maesa) serta memandang orang asing sebagai harimau (simo). Tetapi buat Robert Wessing, antropolog Kampus Illinois, identifikasi orang Jawa pada harimau kian lebih kompleks, bahkan juga benar-benar ambigu. 

“Orang Jawa juga memandang harimau sebagai perwujudan leluhur jadi mereka acapkali memanggilnya nenek. Tetapi selanjutnya harimau sanggup jadi bencana atau pengganggu kesesuaian jadi mesti disingkirkan, ” catat Wessing dalam “A Tiger in The Heart : The Javanese Rampok Macan, ” Journal KITLV 148 (1992) No. 2. 

Tidak cuman itu, harimau dicitrakan mirip dengan tekad jahat atau nafsu jelek didalam diri yg mesti dikalahkan. Pesta rampogan ini memiliki nilai mistis bagi mereka.
Pandangan orang Jawa di Pesta Rakyat pada kerbau lebih simpel ketimbang pada harimau. Orang Jawa kuno melihat kerbau sebagai kendaraan buat manusia di kehidupan akhirat. Dalam literatur weda, kerbau diyakini sebagai pengusir kejahatan serta pemurni seirama. “Dengan sekian, pertarungan pada kerbau dengan harimau di alun-alun utara itu sanggup dialih bahasa sebagai pertarungan pada kesesuaian dengan kekacauan, ” lanjut Wessing. 


Pesta Rakyat Tradisi Rampogan


Pertarungan dalam Pesta rakyat itu mulai beralih bentuk masuk masa ke-18. Harimau bukan cuma diadu dengan kerbau namun dengan juga manusia. Waktu itu, Mataram sudah terdiri dua jadi Kesultanan Yogyakarta serta Kasunanan Surakarta. “Rampogan macan”, nama acara Pesta Rakyat baru ini, dihelat di alun-alun utara dua kerajaan itu. Pigeaud, pakar peristiwa Jawa kuno, menyebutkan adat mengadu harimau dengan manusia di Jawa sudah ada lebih awal. Tetapi Wessing menjelaskan tiada bukti tercatat yg menyebutkan arena adu harimau dengan manusia sebelum saat zaman Islam. Reid juga beranggapan mirip : “Tidak ada adat rampogan pada masa ke-17 atau diawalnya. ” 
Pesta Rakyat Rampogan di Kesultanan Yogyakarta di gelar dengan cara berkaitan mulai sejak 1791 waktu perayaan Idul Fitri serta Th. Baru Islam. Saat ini diseleksi lantaran umat Muslim tengah mengawali hari baru dalam siklus hidupnya. Dosa-dosa di zaman selanjutnya di kira sudah gugur. Serta harimau disimbolkan sebagai dosa-dosa itu. Sebagai perwujudannya, harimau diadu hingga mati dengan manusia. Khalayak ramai diperbolehkan lihat acara ini. 
Bahkan juga acara ini kadang waktu dihelat dengan cara teristimewa buat menyongsong tamu-tamu asing sultan. Pesta Rakyat dan perhelatan didepan orang asing ini sebagai simbolisasi kebolehan militer Kesultanan Yogyakarta. 
Dalam Pesta rakyat rampogan, beberapa harimau dimasukkan dalam lebih dari satu kandang. Kandang-kandang itu di letakkan di dalam alun-alun. Beberapa ribu prajurit bertombak mengelilinginya dalam lebih dari satu barisan. Dari terlalu jauh, ditempat yg aman, sultan perhatikan acara itu, area buat area, mulai pembunyian gamelan, penyalaan api, hingga pelepasan harimau dari kandang. 
Prajurit bertombak selanjutnya memburu harimau yg dilepaskan satu buat satu. Selanjutnya prajurit berebut menombaknya sampai mati. Berikut sebab acara itu dimaksud rampogan (rebutan). 
Pesta rakyat Rampogan menebar sampai karesidenan Kediri, Blitar, serta Tumapel masuk dekade 1860-an. Di Yogyakarta, acara itu semakin kehilangan arti pentingnya. Sesaat Kasunanan Surakarta masihlah menyelenggarakan rampogan hingga masa ke-19. Junghuhn, seseorang pakar tanaman yg menyintai alam Hindia Belanda, pernah menuliskan pengalaman dalam melihat rampogan di Surakarta pada Agustus-September 1844. 

Dia menyaksikannya dari sejak pagi sampai siang. Waktu lebih dari satu kandang telah habis terbakar serta dua abdi tengah buka kandang ke-4 atau ke lima, matahari rata-rata telah jauh diatas kepala. 

Pelarangan Pesta Rakyat Rampogan Macan / Harimau

Sampai masuk awal masa ke-20, lebih dari satu kabupaten di Jawa masihlah menyelenggarakan acara ini. Pemerintah Hindia Belanda melarang rampogan mulai sejak 1905. Hari lebaran di lebih dari satu kabupaten juga jadi kurang ramai. Tetapi itu tdk artinya banyak buat keberlangsungan hidup harimau Jawa. Mereka terus diburu serta terusir dari habitatnya dikarenakan perambahan rimba di Jawa. Tdk hingga satu masa, mereka juga punah berkalang tanah. 
Harimau Jawa, punah mulai sejak 1980-an. Semasa hidup, mereka pernah jadi hewan aduan dalam pergelaran kerajaan di Jawa mulai sejak masa ke-17. Selamatkan Harimau Jawa. Jadikan kembali Indonesia sebagai Macan Asia.
Komentar (0)
Tambahkan Komentar