Engkau Tetap Sahabatku; Sebuah Arti Persahabatan

Engkau Tetap Sahabatku


By Husna

Hampir empat tahun berlalu, sebuah pertanyaan yang masih melekat dalam pikiran teman-temanku saat ini terucap kembali dalam reunian yang tak direncanakan. Sebenarnya bukan reunian karena aku hanya bertemu dengan dua orang temanku saja ketika sedang menikmati kopi creamer dan wangi hujan sore itu di Cafe De Icon.
“Aku masih heran dech, gimana caranya kamu baikan sama Rizky, padahal kan kalian bermusuhan hampir setahun lebih” tanya Aqsa membuka pembicaraan sore itu.
“Ehm, betul itu atau jangan-jangan ada sesuatu yang terjadi sama kalian yang kita nggak tahu” selidik Asmar.

Aku tak langsung menjawab. Kumainkan potongan-potongan roti bakar coklat keju di depanku. Khayalanku melayang di awal semester perkuliahan kami empat tahun lalu.

“Waduh, siapa ini yang mau jadi ketua tingkat kelas Biologi A” tanya Pak Sehe pada awal pertemuan pertama kelas kami.
Tidak ada seorang pun temanku yang mengangkat jari telunjuknya ke atas. Mereka hanya terdiam memandang sosok kekar di depan kelas. Mungkin mereka belum mengerti dengan tugas-tugas dari ketua tingkat. Sebelum memasuki kelas pagi ini aku menemui Alfred si Panda Gemuk dan Kak Rais di pelataran SMP Cokroaminoto. Aku menanyakan tentang apa itu ketua tingkat atau KeTI dan apa yang dikerjakannya. Kak Rais pun dengan senyumnya yang menawan menjelaskan padaku tentang Ketua Tingkat.
“Ketua tingkat itu sama dengan ketua kelas kalau kita masih sekolah dulu. Tugasnya pun hampir sama. Mengorganisir dan bertanggung jawab atas kelasnya” jelas kak Rais.
“Oh gitu ya kak, paham aku” jawab ku lalu berlari ke arah Gedung H. Dengan wajah yang sedikit berkeringat aku masuk tanpa bicara dan mengambil posisi paling sudut.
Ku pandangi sekali lagi wajah teman-teman kelasku. Tidak ada perubahan, tak seorang pun kulihat mengangkat tangannya. Ku tarik nafas panjang dengan sedikit ragu-ragu aku mengangkat tanganku
“Saya Pak, saya akan menjadi ketua tingkat kelas Biologi A dan siap bertanggung jawab atas kelas ini” kataku membuyarkan pandangan teman-temanku
“Baiklah ketua tingkat, sekarang yang dapat saya hubungi jika saya tidak masuk kelas dan kamu harus menginformasikan kepada teman-temanmu yang lain. Nah sekarang silahkan pilih yang akan menjadi wakilmu” kata Pak Sehe.
Wajah-wajah mereka nampak tegang. Pemilihan wakil ketua tingkat mungkin bagi mereka seperti pemilihan idola baru. Jujur dari semua teman-teman kelasku hanya sebagian yang aku kenal dan yang lainnya, ya mereka belum masuk ke dalam memori otakku. Ada seseorang yang menarik perhatianku. Laki-laki yang duduk di pojok sebelah kanan kelas nampak cuek. Dia asyik mempermainkan sweater putihnya. Perawakannya tinggi dan sedikit gemuk. Rambutnya acak-acakan seperti sarang burung. Wajahnya tampan dengan sedikit hiasan bekas jerawat batu di kedua pipinya. Dia tetap diam tak bergemig, asyik dengan dunianya sendiri. Belakangan kuketahui nama dari sepemilik rambut sarang burung itu adalah Muh. Resky Bachtiar.
“Aku pilih Resky sebagai wakil saya Pak” kataku mantap. Seketika orang yang kusebut namanya itu terkejut. Matanya sedikit melotot dengan mimik wajah kebingungan. Dia hanya clingak clinguk memandangi teman-teman dalam kelas.

Satu semester telah berlalu. Lumayan aku bisa memperoleh nilai IPK 3,67, nilai hasil studyku cukup memuaskan meskipun di sana ada nilai C yang bertengger dengan manisnya. Dia hanya tertawa melihatku menekuk sedikit leherku.
“Ya tertawalah, nilai ini bukanlah nilai yang sebetulnya kudapatkan” gerutuku. Bapak Hairun, dosen mata kuliah kalkulus memberikanku nilai C karena dua minggu aku tidak hadir dalam perkuliahannya. Padahal sebelumnya aku telah memberitahukan padanya bahwa aku ada keperluan selama dua minggu itu. Ya, aku mengikuti Latihan Intermediet HMI MPO se-Indonesia Timur di Gedung PGRI. Meskipun aku menggerutu, aku juga sadar bahwa aku pantas diberikan nilai seperti itu.
“Coba lihat nilaimu Husna” tanya Risky. Dengan sigap dia mengambi kertas yang ada di tanganku.
“Aishhh Risky, eh bawa sini dong” kataku merajuk
“Nggak mau, aku mau lihat dulu, sahabatku yang satu ini dapat nilai berapa kira-kira yach” Risky mengelakku dan berlari ke arah Asmar
Oh ya, ada satu lagi temanku yang kini menjadi sahabatku yang ingin ku perkenalkan pada kalian. Asmar, dia adalah sahabatku. Dia adalah manusia paling tampan dan manis di kelasku. Kulitnya hitam bersih, tubuhnya kurus dan tinggi. Wajahnya tampan, senyumnya aduhai setiap orang yang melihatnya pasti langsung klepek-klepek. Sahabatku yang satu ini memiliki sifat yang sangat jauh berbeda dengan Risky. Dia banyak di gandrungi oleh teman-temanku para kaum hawa. Sangat baik dan sopan. Dia tidak pernah menolak jika dimintai bantuan. Dengan motor Yamaha Jupiter Z warna hijaunya, dia akan mengantarkan para gadis ke kos nya masing-masing. Tapi ingat ya dia bukan tukang ojek loch. Sahabatku yang satu ini sangat setia denganku. Kemana pun aku minta untuk mengantarkannya, pasti dia selalu menurut saja, meskipun ada teman-teman yang lainnya pasti dia lebih mendahulukanku. Banyak yang mengira bahwa aku suka padanya. Ya, awalnya aku memang suka dengan dia. Namun, setelah aku tahu bahwa dia telah memiliki pacar maka ku buang jauh-jauh perasaanku.
“Wuichhh 3,67 nilaimu Husna” kata Risky. Dia memandangi kertas putih di depannya.
“Bah…. tapi kok ada nilai C ya, hmmm ini…ini…ini… pasti gara-gara kamu ikut pelatihan itu” katanya lagi
“bukan juga kok” jawabku membela diri.
“mengelak lagi, jelas-jelas ini semua karena pelatihan itu. Tapi tidak apa-apa kawan, aku tetap bangga sama kamu” tukasnya
Risky dan Asmar adalah dua sahabatku yang paling aku sayangi. Mereka secara bergantian menjemputku di sekretariat KOHATI. Untuk menghemat pengeluaranku, karena aku sangat kekurangan biaya, aku tinggal di sekretariat. Meskipun begitu aku tetap bersyukur dengan keadaanku waktu itu. Setahun berlalu, persahabatanku dengan mereka berdua semakin erat.
“Ha..ha…ha…ha…kenapa tuch muka di tutupin gitu” kataku sambil tertawa terbahak-bahak. Penampilan Risky hari ini sangat beda. Gayanya tetap staylis, cuma yang agak merusak sedikit pemandanganku adalah sepotong kain yang menempel di wajahnya.
“ternyata aku baru tahu, kalau laki-laki juga bisa bercadar ha…ha..ha..” kataku mengejek
Risky hanya memperlihatkan wajah kesalnya. Jerawat batu kembali menggeogoti pipinya. Terkadang keluar darah dari jerawatnya. Itulah sebabnya, kenapa dia menutupi wajah gantengnya dengan sepotong kain. Dan suatu hari, dia giliran mengejekku habis-habisan. Hari ini aku datang ke kampus dengan menggunakan cadar berwarna beludru ungu. Pipiku membengkak karena sakit gigi yang kuderita. Dengan wajahnya yang sangat membuatku kesal, dia bernyanyi sambil berjoget.
“Asmar, ada teman kita yang berhijrah mengenakan cadar. Ha…ha.. karma siapa suruh minggu kemarin ngata-ngatain aku sebagai lelaki bercadar” ejeknya
“Lebih baik sakit hati dari pada sakit gigi ini, biar tak mengapa” ejeknya lagi sambil menyanyikan salah satu lagu Meggy Z
Aku sangat kesal dan pergi menjauhinya. Risky mengejarku dan terus saja menggodaku dengan ejek-ejekkannya.
Kini tak terasa aku telah memasuki semester tiga. Ya, di sinilah awal dari permusuhanku dengan Risky. Aku sadari ini semua karena kesalahanku, tapi setidaknya aku telah meminta maaf. Semester tiga adalah awal kami memulai praktikum laboratorium. Biasanya dosen akan menunjuk asistennya masing-masing. Setelah ku lihat daftar nama asisten, ternyata ada beberapa orang yang sebenarnya tidak layak menjadi asisten. Bagaimana bisa, orang yang sering mencontek saat final dan mid semester menjadi asistenku. Aku tahu betul track record beberapa nama asisten yang akan mendampingiku nanti. Aku sedikit melakukan penolakan dengan beberapa nama asisten tersebut. Maka suatu ketika, ku sms beberapa nama asisten dengan mengajukan beberapa pertanyaan mengenai bahan praktikum nanti. Sudah ku duga jawaban mereka salah. Bukannya aku sok pintar, tetapi pertanyaan-pertanyaan yang kutanyakan adalah pertanyaan yang sangat mudah. Dengan sigap dan sangat cepat ku kirimkan sms itu ke mereka. Ya di sinilah letak kesalahanku. Entah apa yang kupikirkan waktu itu. Aku tidak menggunakan namaku. Tetapi aku menggunakan nama temanku dan nama Risky lah yang kugunakan. Beberapa asisten yang menerima sms dari ku sedikit marah karena mereka tahu bahwa aku mengujinya. Keesokan harinya mereka mencari pengirim sms tersebut. Tentulah yang mereka cari adalah nama yang tercantum di pesan tersebut. Sebelumnya aku telah memberitahukan kepada Risky dan meminta maaf. Namun, tidak ku sangka Risky sangat marah padaku. Ya aku memang pantas untuk hal itu. Aku telah mengecewakan sahabatku dengan menggunakan namanya. Aku dan Risky di panggil ke ruangan ketua Prodi. Di depan Ibu Pauline, ketua Prodi Biologi aku meminta maaf atas kesalahanku pada Risky dan ke beberapa asisten. Ya, hanya sebagian asisten yang memaafkanku, tapi aku tahu bahwa mereka akan membalas semuanya saat praktikum nanti dan aku sudah sangat siap untuk menghadapi hal itu jika terjadi. Bagaimana dengan Risky, ya dia memaafkanku di depan ketua Prodi dan di lisannya saja. Jauh di dalam hatinya dia masih membenciku. Aku sangat menyesal dengan perbuatanku, tapi aku juga merasa kesal dengan sikap Risky. Perkara telah selesai tetapi kenapa dia masih saja membenciku.
Teman-temanku yang lainnya telah mengetahui bahwa aku dan Risky tengah ada masalah. Mereka sangat menyayangkannya. Mereka berusaha agar aku dan Risky bersahabat lagi seperti dulu. Namun, api kemarahan dan kebencian semakin berkecamuk di dalam hati kami berdua. Aku semakin jengkel dengan sikap Risky yang selalu membanting meja dosen dan menendang kursi saat masuk kelas. Selalu menyinggung tentang permasalahan itu lagi. Namun, ada hal yang aneh. Aku dan Risky selalu saja satu kelompok dalam tiga praktikum. Bukan hanya itu, saat di kelas pun kami selalu sekelompok. Namun, untuk di dalam kelas, aku dan Risky terkadang mengajukan protes kepada Dosen jika kami kebetulan satu kelompok
“Ibu, bisa kah kalau saya tidak sekelompok dengan Husna, saya malas melihat wajahnya yang tengik” kata Risky meminta kepada Ibu Eka agar dia tidak sekelompok denganku
“Eh, siapa juga yang sudi sekelompok denganmu sama halnya saya hidup di neraka” kataku menimpali
“Oh pale…” tukasnya kembali
“Sudahlah, biarkan saja ibu mereka sekelompok. Sudah hampir setahun mereka seperti ini. Tidak saling bicara, saling melontarkan umpatan-umpatan” kata Asmar. Asmar adalah orang yang paling tidak suka melihatku dengan Risky menjadi bermusuhan. Hari-hari yang kulalui terasa sangat lama. Ya, selama setahun aku dan Risky tidak pernah saling berbicara. Dan kemudian pada suatu ketika di awal semester lima saat aku dan teman-teman sekelas mengadakan praktikum Ekologi Perairan dan Perilaku Hewan di PPLH Puntondo Takalar. Suatu keajaiban terjadi. Meskipun tidak mennggunakan magic, bagiku ini sangat ajaib. Seperti biasanya setiap kali bepergian untuk praktikum, aku selalu duduk di samping Asmar. Asmar mengatakan padaku sesuatu yang tidak aku duga. Sesuatu yang membuatku terkejut dan tak percaya. Bukan perasaan cinta yang di ucapkan tetapi yang lebih indah daripada cinta.
“Husna, sebenarnya aku sudah lama ingin katakan hal ini sama kamu, tapi waktunya belum tepat” kata Asmar membuka pembicaraan. Bus kampus melaju dengan sangat kencang. Tubuhku terguncang-guncang dan jantungku berdegup sangat kencang. Jujur, awalnya aku mengira Asmar akan menembakku, ternyata aku salah.
“Risky itu sebenarnya sudah lama pengen bicara sama kamu, tapi dia malu sama kamu dan teman-teman. Egonya sangat tinggi. Dia nggak enak kalau selama ini dia nggak biacara sama kamu. Sebenarnya dia sangat rindu untuk seperti dulu. Cobalah untuk berbicara dan mendekatinya kembali” katanya lagi
Aku terdiam sambil memandangi jejeran pohon-pohon yang kami lintasi. Ya, Asmar betul, aku juga merasakan hal yang sama. Selama ini aku sebenarnya sangat tertekan dengan permusuhan ini. Aku rindu denga Risky.
Sesampai di Takalar, sebelum memasuki bungalow aku mencari Risky. Namun tak kutemui sosok laki-laki dengan rambut sarang burungnya. Entahlah dia dimana, mungkinkah dia sedang pergi sendirian ke pantai?
Ke esokan harinya, ketika mentari belum terbit, Anjul, Tari, Jannah dan Amy mengajakku ke pantai untuk melihat matahari terbit. Tak ku tolak ajakan mereka. Aku pun bergegas mengenakan training hitam dan baju OSN ku. Ku hampiri teman-temanku dan pergi menuju pantai. Aku terkejut, ternyata di pantai telah ada Aqsa dan Muhlis. Namun yang membuatku terkejut bukanlah kehadiran mereka, tetapi kehadiran manusia lainnya. Ya , Muh. Resky Bachtiar. Laki-laki itu berjalan mendekati kami. Dengan kameranya, dia terus membidik ke arah kami. Entah, apa kah aku juga kena bidikannya.
“Eh, mataharinya sudah terbit, sini ku ambil foto kalian, cepat berdiri dan berjajar nach” kata Resky memecah lamunanku.
Teman-temanku pun mengambil pose untuk mengabadikan diri mereka di saat matahari terbit. Aku tidak segera bergegas mengikuti mereka. Aku terdiam mematung sambil menikmati angin pagi.
“Husna…. kamu juga ikutan dong berfoto sama mereka” kata Risky yang membuatku hampir tidak percaya. Dia menyebut namaku dengan sangat lembut. Sapaan dengan suara yang pernah ku dengar dua tahun lalu. Sapaan yang mengingatkanku dengan persahabatakan aku dengan dia.
“Kok tetap berdiri di situ, ayo buruan” katanya menimpali sambil menggandeng tanganku. Aku hanya mengikuti tarikan tangannya. Mulutku terkunci, aku masih tidak percaya bahwa dia berbicara padaku. Rasanya inginku memeluk tubuhnya dan menangis senang karena dia telah kembali.
Pukul 07.30 kentongan di ruang aula PPLH Puntondo berbunyi bertalu-talu menandakan bahwa makan pagi telah siap. Aku dan teman-teman segera bergegas menuju restoran. Ada yang unik dari tempat ini. Selain udaranya yang sangat sejuk dan bersih, ada hal lain yang lebih unik. Jika kita ingin berjalan ke restoran, perpustakaan, bungalow atau aula maka kita tak perlu menginjakkan kaki di tanah. Jalanan setapak yang dilalui berada di atas dengan pokok-pokok kayu sebagai penyangganya. Tempat ini selain cocok digunakan sebagai tempat penelitian, praktikum, pelatihan juga bisa digunakan sebagai tempat rekreasi atau bulan madu. Menu pagi ini sangat enak. Semua makanan organik, dimasak dengan menggunakan energi matahari, bukan dengan menggunakan gas LPG. Risky mengambil piring dan meletakkan nasi serta lauk-pauk untukku. Dia mengambil beberapa potong semangka dan pepaya. Dengan senyum yang begitu sangat bahagia, senyum yang telah lama ingin kulihat, dia mengajakku makan di meja paling atas di lantai 3. Teman-temanku yang lainnya nampak heran melihat tingkah laku Risky yang begitu manis padaku. Bukan hanya teman-temanku tetapi dosen-dosenku pun heran.
“Kucing dan tikus sudah baikan yach” celetuk Amy
“Bisa jadi, tuch lihat..se meja lagi makannya” kata Jannah menimpali
“Syukurlah kalau Resky dan Husna baikan” tambah Tari

“Cieeeeeeee… ada yang baikan nich, cie…cie… suit..suit” goda Asmar
Aku dan Resky hanya tersenyum menanggapi perkataan-perkataan mereka dan terus menikmati makan pagiku.
Pukul 08.30 aku dan teman-teman langsung terjun ke laut untuk melakukan penelitian. Kali ini Resky yang mengajukan diri agar dia sekelompok denganku. Dengan sigap dia turun ke laut dan membantuku untuk membawa beberapa alat penelitian. Aku dan teman-teman mulai menelusuri padang lamun di daerah pinggir laut Putondo. Kami akan meneliti keadaan arus laut dan beberapa spesies yang ditemukan kemudian melihat perilaku setiap spesies dalam habitatnya.
“Husna…ada bintang laut nich aku temukan, cantik lagi” teriak Resky
“Mana Ikki… kasih dong ke aku” pintaku dengan manja
“Nich….aku temukan di sana tadi” katanya lagi
“Hmmm cantik Ikki…” kataku dengan manja
Matahari pagi ini sangat menyengat, apa lagi ditempat terbuka seperti ini. Namun, semua itu tidak kurasakan sama sekali. Semuanya menjadi dingin dan sejuk. Aku bersyukur, Tuhan mengembalikan sahabatku dengan cara yang tak terduga. Penelitian selanjutnya di lanjutkan ke terumbu karang. Aku dan teman-teman kelompokku naik ke dalam perahu motor. Sekitar 15 menit, akhirnya kami tiba di tempat penelitian terumbu karang. Ku gunakan peralatan snorkling. Sebenarnya aku tidak pandai berenang, namun karena dukungan dari kakak pemandu aku beranikan diri. Luar biasa sungguh indah terumbu karang yang aku lihat. Beberapa terumbu karang masih dalam tahap transplantasi. Aulia dan Rina tidak hanya melakukan snorkling, mereka ikut dwifing bersama pemandu. Mataku terpana dengan sosok yang masih bertengger di atas perahu. Ya, siapa lagi kalau bukan manusia pemilik rambut sarang burung. Aku mengerti, Resky masih trauma untuk berenang. Waktu kecil dia pernah hampir tenggelam, makanya dia tidak berani melakukan snorkling. Tetapi, aku tak akan pernah membiarkan sahabatku tidak ikut menikmati indahnya terumbu karang. Aku meminta salah satu pemandu untuk membujuknya. Syukurlah, akhirnya dia juga mau melakukan snorkling. Hembusan angin laut terasa sejuk di telingaku. Suara deburan ombak karena sentuhan perahu motor membentuk irama yang indah. Resky duduk di sampingku sembari memeras bajunya yang basah.
“Resky, terima kasih kamu telah memaafkanku dan kembali berteman denganku” kataku
“Sama-sama, aku juga minta maaf karena sifat keegoisanku” jawabnya
“Husna, sebenarnya sudah lama aku ingin bicara sama kamu, tapi aku malu, makanya aku diam saja, setahun ini aku merasa tertekan. Memang kelihatannya aku sangat membencimu, tapi sebenarnya aku ingin persahabatan kita seperti dulu lagi” lanjutnya
“aku tahu, Risky” jawabku
Tanpa terasa ada titik-titik hangat mengalir dari sudut mataku. Kuhapus cepat air mataku, aku tak ingin Risky tahu bahwa aku menangis.
“Risky, terima kasih, selamanya engkau akan menjadi sahabatku dan tetap sahabatku, aku janji tak akan mengecewakanmu lagi” kataku padanya
“Husna, kau juga akan tetap menjadi sahabatku dan tetap sahabataku “jawabnya

Prakkkkkk……………… Lamunanku seketika buyar. Seorang pelayan telah menjatuhkan baki yang berisi minuman. Pelayan itu meminta maaf kepada pengunjung karena kurang hati-hati. Aku mencomot sepotong roti bakar coklat di hadapanku. Sambil tersenyum, ku tatap wajah Aqsa dan Asmar yang sedari tadi menunggu jawabanku.
“Aku dan Risky bisa baikan itu karena kami bisa mengalahkan keegoan dalam diri kami” jawabku
Kedua temanku hanya bengong menatapku. Aku hanya senyum-senyum saja. Sudah beberapa hari ini Kota Palopo diguyur hujan. Nampak langit masih gelap. Aku kembali menekuni novel yang ku baca tanpa memperdulikan Asmar dan Aqsa yang masih tetap bengong.
Komentar (0)
Tambahkan Komentar